EKOLOGI: STRUKTUR KOMUNITAS BURUNG DI KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO (TNTN)
STRUKTUR
KOMUNITAS BURUNG
DI
KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO (TNTN)
Shara
Aljogja Sandra
Program
Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau
ABSTRAK
Pengamatan ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui struktur komunitas burung di Kawasan Taman
Nasional Tesso Nilo. Metode yang
digunakan dalam pengamatan ini adalah metode Indices Point of Abudance (IPA) yang
ditunjang dengan metode distance. Komunitas burung yang diamati berada di
kawasan hutan Tesso Nilo Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan Ukui Kabupaten
Pelalawan Provinsi Riau. Hasil analisis pengamatan burung di kawasan hutan
Taman Nasional Tesso Nilo menunjukkan bahwa struktur komunitas burung yang
berada di kawasan tersebut termasuk kategori keanekaragaman yang sedang.
Kata kunci : struktur komunitas, burung, TNTN
PENDAHULUAN
Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep penting dalam
pengelolaan sumber daya alam seperti hutan, sungai, rawa gambut, danau dan
sebagainya. Pendekatan ekosistem merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan
dalam pengelolaan sumber daya alam, dalam pendekatan ini menekankan pada
interaksi antar komponen biotik dan abiotik yang dianalisis secara menyeluruh
(holistik) dan terintegratif. Konservasi kawasan hutan merupakan upaya
pengelolaan agar keberlanjutan fungsi hutan sebagai sumber keanekaragaman
hayati (flora dan fauna) ekologis dan ekonomis dapat terjaga kelestariannya (Suwondo
dan Yustina, 2015).
Burung
merupakan salah satu
komponen ekosistem yang
memiliki peranan penting
dalam mendukung
berlangsungnya suatu siklus
kehidupan organisme. Keadaan
ini dapat dilihat dari
rantai makanan dan
jaring-jaring kehidupan yang
membentuk sistem kehidupannya dengan komponen ekosistem lainnya seperti
tumbuhan dan serangga (Sawitri, dkk., 2007).
Oleh karena itu, keberadaan burung di suatu kawasan berperan penting karena
dapat mempengaruhi keberadaan dan persebaran jenis tumbuhan. Konservasi
terhadap jenis-jenis burung di suatu kawasan, termasuk Taman Nasional Tesso
Nilo dapat dilakukan dengan adanya informasi awal tentang burung tersebut.
Kawasan Tesso Nilo termasuk dalam propinsi Riau yang
memiliki hutan pamah terluas yang tersisa di pulau Sumatera. Hutan pamah ini
sudah sangat terancam karena penebangan yang dilakukan oleh perusahaan kayu
yang memiliki izin dan adanya penebangan liar yang dilakukan penduduk disekitar
kawasan. Untuk melindungi hutan pamah yang tersisa, kawasan Tesso Nilo akan
diusulkan sebagai kawasan lindung. Tetapi informasi keanekaragaman hayati di
kawasan ini termasuk keragaman burung masih sangat terbatas. Informasi yang
tersedia hanya berasal dari survei singkat yang dilakukan bersamaan dengan
survei vegetasi pada tahun 1992 (Gillison, 2001).
Pengamatan burung merupakan salah satu kegiatan yang pada
dasarnya merupakan kegiatan ekoturisme yang mencakup perjalanan di alam
terbuka, kegiatan yang berkaitan dengan keserasian ekologi dan dapat berbentuk
ekspedisi (berhubungan dengan eksplorasi ilmiah bernuansa petualangan).
Pengamatan burung berperan dalam mendukung ekoturisme misalnya sebagai pemandu
atau yang mempromosikan keindahan alam melalui burung. Pengamatan burung sangat
penting untuk dilakukan karena burung merupakan satwa yang salah satunya
dipergunakan sebagai penyeimbang ekosistem. Metode Indices Point of Abudance (IPA) merupakan metode pengamatan burung
yang dapat digunakan. Metode IPA ini dapat ditunjang dengan metode distance yaitu dengan membuat beberapa
titik pengamatan dalam satu jalur dan memiliki jarak antar titik pengamatan.
Berdasarkan hal diatas,
terdapat rumusan masalah yaitu bagaimana struktur komunitas burung di Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan dengan tujuan untuk mengetahui
struktur komunitas burung di Kawasan Taman Nasional Tesso
Nilo.
METODOLOGI
Pengamatan ini telah dilakukan
di kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo Desa Lubuk Kembang Bunga Kecamatan
Ukui Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau pada tanggal 20-21 Mei 2015. Metode yang
digunakan dalam pengamatan ini adalah metode Indices Point of Abudance (IPA). Alat dan bahan yang digunakan adalah stopwatch
dan alat tulis.
Prosedur pengamatan dengan
menggunakan metode Indices
Point of Abudance (IPA) adalah (1) Pelajari dan kenalilah terlebih dahulu
kawasan hutan yang akan diamati melalui survei/observasi awal, peta lokasi dan/atau
peta topografi yang tersedia atau informasi dari petugas dan penduduk setempat
yang mengenali kawasan hutan tersebut; (2) Tentukan lokasi pengamatan dan arah
jalur pengamatan; (3) Tentukan titik pengamatan sebanyak 8 titik; (4) Pada
setiap titik pengamatan dilakukan
pengamatan dan pencatatan terhadap burung yang terlihat maupun terdengar selama
15 menit; (5) Lakukan pengamatan pada titik pengamatan ke dua, ke tiga, dan
seterusnya dengan cara yang sama seperti pada titik pengamatan pertama dengan
jarak minimal 100 meter antar titik pengamatan; (6) Catat data hasil pengamatan pada tabel data, selanjutnya data
dianalisis untuk mengetahui/menghitung nilai masing–masing parameter.
Parameter yang digunakan dalam
praktikum ini adalah jumlah individu, dugaan populasi, kelimpahan relatif dan
indeks keanekaragaman jenis.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis struktur
komunitas burung di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dapat dilihat pada Tabel
1. berikut.
Tabel 1. Hasil analisis pengamatan komunitas burung di
kawasan Taman Nasional Tesso Nilo
Parameter
|
Stasiun
|
Total
|
|||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
||
Jumlah (Σ)
|
14
|
6
|
8
|
12
|
10
|
9
|
13
|
8
|
80
|
Dugaan populasi (P)
|
21
|
9
|
12
|
18
|
15
|
13,5
|
19,5
|
12
|
120
|
Kelimpahan relatif (KR)
|
0,18
|
0,08
|
0,10
|
0,15
|
0,13
|
0,11
|
0,16
|
0,10
|
1
|
Indeks keanekaragaman (H')
|
0,31
|
0,19
|
0,23
|
0,28
|
0,26
|
0,25
|
0,30
|
0,23
|
2,05
|
Berdasarkan Tabel 1., terlihat bahwa pengamatan
jumlah individu yang tertinggi dari 8 titik pengamatan diperoleh pada stasiun I
sebesar 14 individu, sedangkan pengamatan jumlah individu yang terendah
diperoleh pada stasiun II sebesar 6 individu. Total individu secara keseluruhan
yang diperoleh dari 8 titik pengamatan adalah 80 titik individu. Adapun jenis
burung yang teridentifikasi dalam pengamatan di kawasan hutan Taman Nasional
Tesso Nilo adalah walet (Collocalia
fuciphagus), gagak hitam (Corvus enca),
julang jambul hitam (Aceros corrugatus),
layang-layang rumah (Delichon dasypus),
kacer hutan (Copsychus saularis),
raja udang, cinean merah, perkutut (Geopelia
striata), murai daun (Chloroppsis
aurifrons), pelatuk (Celeus spactabilis),
murai batu (Copychus malabaricus),
dan merbah.
Jumlah individu yang diperoleh berbanding
lurus dengan dugaan populasi. Semakin tinggi jumlah individu maka semakin
tinggi dugaan populasi. Dugaan populasi ini dinyatakan dalam satuan individu
per luasan areal. Dugaan populasi tertinggi diperoleh pada stasiun I sebesar 21
individu/luasan areal, sedangkan dugaan populasi terendah diperoleh pada
stasiun II sebesar 9 individu/luasan areal. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas
burung tertinggi terdapat pada stasiun I. Total dugaan populasi pada area
pengamatan adalah 120 individu/luasan areal. Kelimpahan relatif tertinggi burung
yang diperoleh terdapat pada stasiun I dengan nilai 0,18, sedangkan kelimpahan
relatif burung yang diperoleh terdapat
pada stasiun II dengan nilai 0,08.
Indeks keanekaragaman merupakan nilai yang
menunjukan tinggi rendahnya keanekaragaman komunitas. Indeks keanekaragaman
jenis burung tertinggi terdapat pada stasiun I dengan nilai 0,31, sedangkan
indeks keanekaragaman jenis burung terendah terdapat pada stasiun II dengan
nilai 0,19. Keanekaragaman jenis berhubungan dengan jumlah kelimpahan relatif
dalam komunitas. Jika nilai keanekaragaman
tinggi, maka dalam komunitas tersebut terdapat banyak jumlah jenis
individu. Menurut Gray (dalam Vikar, 2012) bahwa tinggi rendahnya indeks keanekaragaman komunitas, tergantung
pada banyaknya jumlah jenis dan jumlah
individu masing-masing jenis.
Pada masing-masing stasiun menunjukkan nilai
keanekaragaman yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
dikemukaan oleh Odum (1993) bahwa keanekaragaman spesies hewan termasuk burung
dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan makanan. Menurut Seng dan Dana (1997), kerusakan
hutan akan mempengaruhi kehidupan burung liar atau bahkan akan memaksa mereka
keluar dari relungnya untuk mencari cadangan makanan atau untuk bertelur.
Nilai indeks keanekaragaman burung berkisar
antara 1,5-3,5. Nilai kurang dari 1,5 menunjukkan indeks keanekaragaman yang
rendah, selanjutnya nilai yang berkisar antara 1,5-3,5 menunjukkan indeks
keanekaragaman sedang dan nilai lebih dari 3,5 menunjukkan keanekaragaman yang
tinggi (Magurran, 1988). Total indeks keanekaragaman jenis burung pada areal
pengamatan adalah 2,05. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis burung
yang terdapat di area pengamatan termasuk dalam kategori sedang.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data
yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa struktur komunitas burung yang terdapat
di kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo termasuk dalam kategori
keanekaragaman yang sedang.
DAFTAR
PUSTAKA
Gillison.
2001. Vegetation survey and habitat assessment of the Tesso Nilo Forest
Complex. Center for Biodiversity Management.
Magurran,
A.E. 1998. Ecological Diversity and Its
Measurement. Croom Helm Limited. London.
Odum, E. P.
1993. Dasar-dasar ekologi. Edisi ketiga.
Gadjah mada press. Yogyakarta
Sawitri, R.,
A. Sy. Mukhtar dan E. Karlina.
2007. Habitat dan
Populasi Burung di Taman Nasional Gunung Ceremai,
Kabupaten Kuningan. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam. Bogor. Hal. 315-328.
Seng, L. K
dan Dana Gardner. 1997. 1n Illustration
Field Guide to the Bird orf Singapore. Sun tree. Singapore.
Suwondo dan
Yustina. 2015. Penuntun Praktikum Ekologi
Hewan. FKIP Universitas Riau. Pekanbaru.
Vikar, A. 2012.
Keanekaragaman Jenis Burung di
Dalam Dan di
Luar Areal Tambang Pada
Kawasan TAHURA Palu Provinsi
Sulawesi Tengah. Skripsi. Fakultas Kehutanan
UNTAD. Palu.
Komentar
Posting Komentar