FISIOLOGI: KEMAMPUAN TANAH MENGIKAT AIR DAN GERAK KAPILARITAS AIR PADA BEBERAPA TEKSTUR TANAH
KAPILARITAS AIR
DAN KAPASITAS LAPANG TANAH
(KEMAMPUAN TANAH
MENGIKAT AIR DAN GERAK KAPILARITAS AIR PADA BEBERAPA TEKSTUR TANAH)
Shara Aljogja Sandra
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas
Riau
sharaasandra@gmail.com
ABSTRAK
Percobaan ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan tanah mengikat air dan gerak
kapilaritas air pada beberapa tekstur tanah. Metode yang digunakan dalam
percobaan ini adalah metode eksperimen. Tanah yang digunakan dalam percobaan
ini yaitu tanah pasir, tanah kebun dan tanah liat. Dari hasil percobaan
diperoleh bahwa gerak kapilaritas air paling cepat adalah pada tanah pasir.
Sedangkan kemampuan mengikat air paling tinggi adalah tanah liat.
Kata
kunci: kapilaritas, tanah, tekstur tanah
PENDAHULUAN
Air mempunyai fungsi yang penting dalam tanah. Menurut Majid (2011) bahwa air
terdapat dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh
lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Air dapat
meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi, dan
gravitasi.
Menurut Hardjowigeno (2003) tekstur tanah menunjukkan
kasar halusnya tanah. Tekstur tanah merupakan perbandingan antara butir-butir
pasir, debu dan liat. Untuk membedakan masing-masing tekstur tanah dapat
dilihat ciri–ciri dari ketiga tekstur tanah tersebut. Selain itu, setiap
tekstur tanah mempunyai karakteristiknya masing–masing. Karateristik tekstur
pasir yaitu daya menahan air rendah, ukuran yang besar menyebabkan ruang pori
besar lebih banyak, perkolasi cepat, sehingga aerasi dan drainase tanah pasir
relative baik. Partikel pasir ini berbentuk bulat dan tidak lekat satu sama lain.
Karakteristik tekstur debu yaitu pasir kecil, yang tanah keringnya menggumpal
tetapi mudah pecah jika basah, empuk dan menepung. Fraksi debu mempunyai
sedikit sifat plastis dan kohesi yang cukup baik. Karateristik tekstur liat
yaitu berbentuk lempeng, punya sifat lekat yang tinggi sehingga bila dibasahi
amat lengket dan sangat plastis, sifat mengembang dan mengkerut yang besar.
Berdasarkan hal diatas, terdapat rumusan
permasalahan yaitu bagaimana kemampuan tanah mengikat air dan gerak kapilaritas
air pada beberapa tekstur tanah. Maka perlu dilakukan percobaan dengan tujuan
untuk mengetahui kemampuan tanah mengikat air dan gerak kapilaritas air pada
beberapa tekstur tanah.
METODOLOGI
PENELITIAN
Alat dan bahan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah semprong, gabus, karet, beaker gelas,
kain kasa/perban, air, tanah pasir, tanah kebun dan tanah liat.
Cara kerja
dalam percobaan gerak kapilaritas air sebagai berikut (1) Ketiga sampel tanah dikeringkan sampai tidak
mengandung air, (2) Salah satu ujung semprong disumbat dengan menggunakan kain
kasa/perban sebagai alas dan direkatkan dengan menggunakan karet, (3) Sampel
tanah dimasukkan ke dalam semprong hingga 2/3 bagian, (4) Semprong ditegakkan
ke dalam beaker gelas yang telah diisi air setinggi 1 cm, (5) Perambatan air
dalam ketiga semprong diamati dari menit ke menit dan semprong yang airnya
paling cepat merambat diamati, (6) Kenaikan air tiap menit diukur selama 30
menit. Kemudian data hasil pengamatan dimasukkan ke dalam tabel.
Sedangkan cara
kerja dalam percobaan kemampuan tanah mengikat air adalah sebagai berikut (1) Ketiga
sampel (tanah pasir, tanah kebun dan tanah liat) dikeringkan sampai tidak
mengandung air, (2) Salah satu ujung pipa kaca lampu (semprong) ditutup dengan
karet penyumbat yang telah diberi saluran bungan air kasa, kemudian semprong
tersebut ditimbang, (3) Sampel tanah yang telah disiapkan dimasukkan kedalam
semprong sampai ketinggian 5 cm dari dasar kaca, dan selanjutnya ditimbang lagi
berat totalnya, (4) Berat tanah dan volumenya kemudian dihitung, (5) Semprong
yang telah berisi sampel tanah tersebut ditegakkan dalam beaker gelas dengan
menahannya dengan gabus/sterofoam, (6) Air sebanyak 20 ml dituangkan melalui
mulut semprong dan air dibiarkan meresap ke dalam tanah, (7) Kecepatan tanah
melalukan air diukur dengan mencatat waktu yang dibutuhkan dari awal penuangan
air sampai tetes pertama muncul, (8) Air dibiarkan terus lalu sampai tidak ada
lagi air yang menetes keluar. Keadaan air tanah itu disebut dalam keadaan
“kapasitas lapang” (field capacity),
(9) Volume air yang dilalukan (tertampung dalam beaker) dicatat dan air
tertahan oleh partikel tanah (volume mula-mula – volume dilalukan) dihitung,
(10) Data hasil pengamatan kemampuan tanah mengikat air dimasukkan ke dalam tabel.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Gerak
kapilaritas air
Gerak
kapilaritas air pada tanah pasir, tanah kebun dan tanah liat berdasarkan hasil
percobaan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Grafik 1 berikut ini.
Tabel.
1 Gerak Kapilaritas Air
|
Menit
ke
|
Tanah
pasir
|
Tanah
kebun
|
Tanah
liat
|
|
1 (5 menit)
|
5,5
|
4,3
|
3,3
|
|
2 (10 menit)
|
5,8
|
4,5
|
4
|
|
3 (15 menit)
|
5,9
|
4,6
|
4,5
|
|
4 (20 menit)
|
6
|
4,7
|
4,6
|
|
5 (25 menit)
|
6
|
5
|
4,8
|
|
6 (30 menit)
|
6
|
5,2
|
5
|
Grafik
1. Laju kenaikan air kapiler
Berdasarkan
Tabel 1 dapat dilihat bahwa gerak kapilaritas air lebih cepat pada tanah pasir
dibanding tanah kebun dan gerak kapilaritas air pada tanah kebun lebih cepat
dibanding air pada tanah liat. Pada 5 menit pertama, pada tanah pasir gerak
kapilaritas air mencapai 5,5 cm, pada tanah kebun gerak kapilaritas air
mencapai 4,3 cm, sedangkan pada tanah liat gerak kapilaritas air mencapai 3,3
cm. Berdasarkan Grafik 1, secara berurutan, kecepatan gerak kapilaritas dari
yang paling tinggi ke rendah yaitu pada tanah pasir, tanah kebun dan tanah
liat. Hal tersebut disebabkan karena
pada tanah pasir memiliki pori makro sehingga menyebabkan air semakin cepat
merambat pada tanah tersebut. Berbeda dengan tanah pasir, pada tanah kebun
kecepatan air merambat lebih lambat. Sedangkan tanah liat memiliki pori mikro
sehingga kecepatan air untuk merambat lebih lambat dibanding dengan kecepatan
rambat air pada tanah kebun dan tanah pasir. Dilihat dari kecepatan rambat air
pada masing-masing jenis tanah tersebut, dapat dikaitkan dengan peluang
ketersediaan air bagi tanaman untuk digunakan sebagai media tanam. Tanah pasir
tidak cocok digunakan sebagai media tanam karena tanah pasir cepat menyerap air
namun tidak dapat menahan air lebih banyak sehingga akan menyebabkan tanaman kekurangan
air. Selain itu, Kohnke (1989) menyatakan bahwa, tanah bertekstur kasar (pasir) mempunyai
kandungan bahan organik sangat rendah. Sedangkan tanah liat
lebih lambat menyerap air dan dapat menahan air lebih banyak, karena mempunyai
daya ikat air yang besar maka pertukaran udara tidak lancar dan akan
berpengaruh terhadap dekomposisi bahan organik, sehingga juga tidak cocok
dijadikan sebagai media tanam. Tanah kebun lebih baik untuk dijadikan sebagai
media tanam dibanding tanah pasir dan tanah liat karena kecepatan penyerapan
air dan kemampuan tanah menahan air yang sedang. Selain itu, tanah kebun juga
memiliki unsur hara yang cukup untuk tanaman.
Kemampuan
tanah mengikat air
Kadar air
tanah pada kapasitas lapangan pada tanah pasir, tanah kebun dan tanah liat
dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini
Tabel
2. Kadar air tanah (g) pada kapasitas lapang pada tiga jenis tanah
|
Ulangan
|
Tanah
pasir
|
Tanah
kebun
|
Tanah
liat
|
|||
|
Waktu
tetes 1
|
Volume
air tertahan
|
Waktu
tetes 1
|
Volume
air tertahan
|
Waktu
tetes 1
|
Volume
air tertahan
|
|
|
1
|
70 det
|
16 ml
|
8 det
|
19,4 ml
|
6 det
|
19,9 ml
|
Berdasarkan
Tabel 2 tersebut, dapat dilihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk tetes pertama
pada masing-masing tanah berbeda. Pada tanah pasir dibutuhkan waktu 70 detik,
pada tanah kebun dibutuhkan waktu 8 detik dan pada tanah liat dibutuhkan waktu
6 detik. Secara berurutan tetes pertama dimulai dari tanah liat, tanah kebun
dan kemudian tanah pasir.
Sesuai dengan
sifatnya, tanah dapat menahan air. Sehingga saat air yang dituangkan sebanyak
20 ml ke masing-masing tanah, terdapat beberapa volume yang tertahan oleh
tanah. Berdasarkan Tabel 2 volume air yang tertahan pada masing-masing tanah
berbeda. Pada tanah liat paling banyak menahan air dibanding 2 jenis tanah lainnya
yaitu sebanyak 19,9 ml, pada tanah kebun menahan air sebanyak 19,4 ml dan pada
tanah pasir menahan air sebanyak 16 ml. Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa tanah liat lebih banyak menahan air.
Hal ini disebabkan oleh karena tanah liat terdiri dari partikel sangat kecil berkuran koloid dengan banyak
permukaan hidrofilik. Jadi air yang kadarnya lebih rendah daripada kapasitas
lapang sebagian besar di tahan oleh daya tarik antara molekul air dan permukaan
partikel tanah liat. Tanah liat mampu menahan lebih banyak air yang tersedia
bagi tumbuhan. Tanah yang kaya akan tanah liat dan humus (atau tanah bertekstur
sedang) mampu menahan air paling banyak, (Frank, 1995).
Sedangkan pada tanah pasir menahan air
paling rendah. Menurut Hakim et al (1986)
bahwa tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro, tanah yang
didominasi debu akan mempunyai pori-pori meso (sedang), sedangkan didominasi
liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro. Hal ini berbanding terbalik dengan
luas permukaan yang terbentuk, luas permukaan mencerminkan luas situs yang
dapat bersentuhan dengan air, energi atau bahan lain, sehingga makin dominan
fraksi pasir akan makin kecil daya tahannya untuk menahan tanah.
Makin poreus tanah akan makin mudah akar untuk
berpenetrasi, serta makin mudah air dan udara untuk bersirkulasi tetapi makin
mudah pula air untuk hilang dari tanah dan sebaliknya, makin tidak poreus tanah
akan makin sulit akar untuk berpenetrasi serta makin sulit air dan udara untuk
bersirkulasi. Oleh karena itu, maka tanah yang baik dicerminkan oleh komposisi
ideal dari kedua kondisi ini, sehingga tanah bertekstur debu dan lempung akan
mempunyai ketersediaan yang optimum bagi tanaman, namun dari segi nutrisi tanah
lempung lebih baik ketimbang tanah bertekstur debu (Nyakpa, 1989).
KESIMPULAN
Kemampuan
tanah mengikat air yang dari tinggi ke rendah secara berurut adalah tanah liat,
tanah kebun dan tanah pasir. Sedangkan gerak kapilaritas air yang dari tinggi
ke rendah secara berurutan adalah tanah pasir, tanah kebun dan tanah liat.
DAFTAR PUSTAKA
Frank, Salisburry B. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Penerbit ITB, Bandung
Kohnke, H. 1989.
Fisika Tanah. Terjemahan B.D. Kertonegoro. Jurusan Tanah Fak. Pertanian UGM. Yogyakarta. 264
Madjid, 2011. Air
Tanah dan Kadar Air Tanah. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/2009/04/fisika-tanah-bagian-6-air-tanah-dan.html. Diakses pada
tanggal 1
November 2014
Hardjowigono,
H.S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Hakim,
N.M.Y. Nyakpa, A.M.Lubis, S.Ghani, Nugroho, M.R.Soul, M.A.Diha, G.B.Hong,
N.H.Balley., 1986.Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Universitas Lampung,
Lampung.
Komentar
Posting Komentar